Kamis, Januari 01, 2009

Daya Saing Daerah : Bagian 3

Bagian ini juga melanjutkan diskusi sebelumnya dan membahas beberapa contoh prakarsa dalam analisis daya saing.
The Clusters of Innovation Initiative, suatu upaya bersama antara the Council on Competitiveness, Monitor Group, dan Professor Porter serta Institute for Strategy and Competitiveness di Harvard Business School melalui Cluster Mapping Project, antara lain mengkaji spesialisasi ekonomi regional di beberapa daerah metropolitan di Amerika Serikat. Tinjauan tentang kinerja ekonomi dan klaster industri yang berdaya saing di setiap daerah tersebut sering disampaikan oleh Porter dan timnya dalam berbagai fora nasional maupun internasional. Hal penting yang antara lain diungkapkan adalah bahwa daya saing daerah sangat ditentukan oleh klaster-klaster industri di daerah yang bersangkutan (keunggulan global semakin ditentukan oleh keunggulan yang bersifat lokal-lokasional (lihat misalnya www.compete.org dan www.isc.hbs.edu).
Malecki (1999) mengidentifikasi beberapa indikator daya saing daerah yang berkaitan dengan pengetahuan. Dalam tulisannya, Malecki tidak secara spesifik membahas aplikasi empirisnya, namun mendiskusikan segi konsepsi dan temuan penulis lain.
Contoh lain lagi adalah Roberts (2000), yang melakukan kajian tentang daya saing Far North Queensland region (Australia). Ia tidak mendefisikan secara tegas apa yang dimaksud daya saing daerah. Namun dalam kajiannya ia menggunakan Multi-Sector Analysis (MSA) untuk mengukur faktor daya saing berikut:

  • Daya saing kompetensi daerah;
  • Daya saing infrastruktur strategik;
  • Daya saing sumber daya daerah;
  • Risiko daerah (regional risk);
  • Pasar potensial; dan
  • Potensi pembangunan ekonomi.

Schienstock (1999) menggunakan indikator-indikator subyektif dan obyektif dalam menganalisis daya saing delapan daerah di negara-negara di Eropa. Yang diperbandingkan adalah daya saing daerah dalam konteks perusahaan-perusahaan di daerah yang bersangkutan. Secara keseluruhan, kerangka indikator yang digunakannya adalah seperti ditunjukkan pada tabel berikut.

Sementara itu, D'Arcy dan Keogh (1996) membahas enam kota di Eropa dengan menelaah perbedaan insititusional terkait dengan pasar properti di masing-masing tempat yang selanjutnya digali dalam mengkaji potensinya sebagai determinan daya saing perkotaan.
Untuk daya bsaing daerah perkotaan, menurut Bank Dunia terdapat empat kategori utama untuk mengukur daya saing beserta beberapa ukuran dan cara pengukurannya seperti dirangkum dalam tabel berikut.


Upaya mengkaji daya saing perkotaan juga dilakukan antara lain misalnya di Filipina (Philippine Cities Competitiveness Ranking Project), yang dilaksanakan oleh The Asian Institute of Management (AIM) Policy Center bekerjasama dengan the Department of Trade & Industry (DTI) Filipina. Tujuh pendorong utama yang dinilai dalam kajian ini adalah: biaya menjalankan bisnis, dinamisme ekonomi lokal, keterkaitan dan aksesibilitas, kualitas SDM, infrastruktur, daya respons (responsiveness) pemerintah setempat terhadap kebutuhan bisnis, dan kualitas hidup.
Di antara contoh upaya peningkatan daya saing daerah melalui dukungan instrumen legal misalnya adalah yang dilakukan oleh Negara Bagian Virginia (Amerika Serikat) dengan menetapkan the Virginia Regional Competitiveness Act (dengan “Program Daya Saing Daerah”/Regional Competitiveness Program pada tahun 1996). Tujuan undang-undang tersebut adalah meningkatkan daya saing dari seluruh daerah di negara bagian yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu, undang-undang tersebut menetapkan dana insentif untuk mendorong aktivitas bersama yang dirancang untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan daya saing ekonomi daerah (VDHCD, 2001).
Banyak negara kini secara khusus membentuk semaca
m “dewan” (council) yang mempunyai tugas antara lain mendukung peningkatan daya saing di negara masing-masing. Contoh di negara berkembang misalnya TCI (Thai Competitiveness Initiative) Thailand (http://www.kiasia.org/), VNCI (Vietnam Competitiveness Initiative), CCI (Croatian Competitiveness Initiative), NPCC (National Productivity and Competitiveness Council) Mauritius (http://www.npccmauritius.com/), dan sebagainya.
Bagaimana dengan penelaahan daya saing di Indonesia? Beberapa prakarsa sudah dilakukan, misalnya oleh KPPOD (Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah), BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, c.q., P2KTPW), dan Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia (PPSK_BI) yang bekerja sama dengan Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran (FE-UNPAD) adalah di antara yang melakukan hal demikian dewasa ini.
Dari diskusi terbatas yang pernah saya posting, silahkan pelajari prakarsa-prakarsa kajian di Indonesia dan untuk dikembangkan selanjutnya.
Semoga bermanfaat.
Salam

7 comments:

Anonim,  7 Januari 2009 pukul 11.14  

Permasalahan utama yang masih sering dijumpai di daerah adalah isu pelestarian sumber daya alam dan pelestarian budaya. Aspek daya saing masih diartikan sebagai eksploitasi sumber daya alam. Seharusnya daya saing daerah mengacu pada pengertian optimalisasi sumber pendapatan. Belum lagi yang memprihatinkan adalah isu pelestarian budaya. Di tempat saya tinggal, tdk sedikit situs2 purbakala yang digusur hanya demi upaya untuk meningkatkan daya tarik/saing daerah.

FATAMORGANA 7 Januari 2009 pukul 14.46  

pak de, kapan2 bahas topik soal pajak dong. Kenapa pajak di Indonesia gak bisa diatur spt di negara2 lain? Pokoknya setiap tahun bayar sekian (sesuai profesi masing2 orang). Jadi,tidak ada yg namanya kurang bayar, lebih bayar.

Hmm..ini termasuk sistem inovasi bukan ya?

budhe 7 Januari 2009 pukul 20.56  

Boleh pesen artikel tentang sistem inovasi untuk dunia pendidikan di Indonesia...penting nich..meski bahasanya ketinggian untuk daya tangkep budhe tapi seneng menikmati infonya..makasih ya Pakde...smoga Allah Ta'alla membalas dengan kebaikan berlimpah...Amien..

Pakde 17 Januari 2009 pukul 09.14  

Terimakasih.
@ pak Leo : Ya memang. saya kira itu karena seringkali orang tidak memahami pengertian daya saing, yang seolah bertentangan dengan tujuan memelihara kelestarian lingkungan, padahal tidak. Daya saing itu tidak semata menyangkut kepentingan bisnis semata.
@ Budhe Amirul : Wa iyakum . . artielnya sudah saya penuhi.
@ Mbak Fata : mudah2-an dalam suatu kesempatan saya dapat mengupas hal ini ya.
Salam.

Baniku 2 Maret 2009 pukul 14.30  

Isi blognya oke dan punya bobot. bagus sekali kalau bisa dipertahankan...

Rgds
http:baniku.blogspot.com

setyo atdi 30 Juni 2009 pukul 09.12  

pak tatang, makasih banget tulisan-tulisannya. sangat berguna waktu saya bikin tugas akhir diklat jabatan fungsional perencana di UGM.
oya, kupas juga dong tentang konsep flying geese. ada seorang dosen yang pernah memberi materi tentang itu, tapi cuma sekilas saja dan kurang mendalam mengenai aplikasinya untuk meningkatkan daya saing daerah.
jadi penasaran ni, mungkin pak tatang dan BPPT sudah pernah mengaplikasikan konsep ini; bagaimana hasilnya, apa kelebihan, dan apa saja kelemahannya.
makasih ya pak.

regards,
setyo atdi waluyo
semuayanggurih.wordpress.com

Pakde 2 Juli 2009 pukul 08.35  

@ setyo atdi : sama2 mas . . . tentang 'flying geese', sdh bisa banyak dibaca di internet jg [mis. lihat wikipedia]. Saya sendiri blm prnh menerapkan konsep ini, walaupun mungkin ada sdkt keserupaan saat mendifusikan brbrp pendekatan [spt e-development daerah] ke daerah . .
Salam

ARTIKEL TERAKHIR

Creative Commons License
Blog by Tatang A Taufik is licensed under a Creative Commons Attribution-Share Alike 3.0 United States License.
Based on a work at sistem-inovasi.blogspot.com.
Permissions beyond the scope of this license may be available at http://tatang-taufik.blogspot.com/.

  © Blogger template The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP